Detikinvestigasi.com.Jakarta – Sejumlah proyek yang diharap oleh perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ditengarai banyak yang wanprestasi alias mangkrak dan gagal bayar. Parahnya lagi, proyek itu kerap merugikan pengusaha kecil daerah yang ketiban sial harus merugi.
Salah satu yang nyata adalah proyek konstruksi bangunan Gedung Alsintan yang digarap perusahaan swasta lokal CV Lintang Raya Timur setelah mendapat kontrak pengerjaan dari BUMN PT Boma Bisma Indra (persero).
Boma Bisma Indra (Persero) sendiri mendapat limpahan sub-kontrak dari sesama BUMN, yakni PT. Barata Indonesia (Persero). Adapun nilai kontrak yang digarap itu senilai Rp4,98 miliar.
Yang miris adalah, CV Lintang selaku pihak pengerja proyek tidak menerima hak pembayaran, padahal proyek sudah dikerjakan hingga 50 persen.
“Saya selaku pengusaha daerah awalnya merasa ini kerjasama yang akan menguntungkan. Saya mendapat kontrak Rp4,98 miliar. Proyek itu ditandatangani Maret 2020 dan akan selesai Juni 2020 dengan sistem pembayaran tiap akhir bulan setelah memberikan laporan progres pembangunan,” ujar Fidelis Rizky Setiawan selaku Direktur CV Lintang Raya Timur.
Nahasnya, hingga konstruksi sudah dikerjakan 50 persen, janji pembayaran tagihan tak kunjung dicairkan. Rizky pun telah menagih haknya ke direksi bahkan sampai ke Jakarta. Namun tak ada kejelasan akan ada pembayaran.
Ia pun merugi miliaran rupiah lantaran modal pengerjaan sudah keluar banyak, namun pembayaran dari perusahaan BUMN itu macet total.
Nah, di tengah image dan citra positif yang dibangun menteri BUMN Erick Thohir, sepenggal kisah pilu dari perusahaan lokal di Surabaya itu telah membuka fakta-fakta borok yang selama ini seperti ditutupi dan hampir tak ada yang mengetahuinya.
Kisah ini pun dikupas dalam sebuah diskusi bersama pakar terkemuka, yakni Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis, Direktur CBA Uchok Sky Khadafi, Ketua Umum KNPI La Ode Umar Bonte dengan tema diskusi “Kinerja BUMN: antara Prestasi dan Wanprestasi” di Jakarta, Minggu (19/6/2022).
Margarito Kamis mengatakan, untuk kasus yang dialami Fidelis Rizky ini, satu cara menyelesaikannya adalah mencari langsung Erick Thohir dan minta agar tagihan segera dibayar.
“Satu caranya, enggak ada yang lain. Cari Erick Thohir! Minta dibayar,” ujar Margarito.
Margarito pun mengaku miris, karena dari kasus ini kita melihat Erick Thohir tidak memiliki kapabilitas dan kemampuan untuk menjadi Menteri BUMN. Ia tak bisa membereskan aspek korporasi, akuntabilitas, transparansi sehingga masalah yang merugikan pengusaha kecil kerap terjadi.
“Dari apa yang terjadi ini, kita sudah mendapat alasan untuk meragukan kapabilitas Erick membangun BUMN. Sebaliknya, kita ada alasan untuk mengatakan Erick memiliki kemampuan dalam merusak BUMN,” tegas Margarito.
Ditengah kampanye pencitraan meraih elektabilitas yang dilakukan Erick Thohir, Margarito mengaku justru melihat kegagalan dalam mengelola BUMN.
Bagi Margarito, Erick gagal dalam menjalankan visi dasar BUMN untuk mensejahterakan dan meringankan beban negara.
“Kalau visi dasarnya begitu, tapi ternyata kebelit utang enggak dibayar. Terus kita mau apa? Baru jadi menteri BUMN saja seperti ini, bahaya kalau menjadi Presiden,” tandas Margarito.
Pendapat sama disampaikan Uchok Sky Khadafi, bahwa kinerja BUMN memang sangat mengenaskan. Hal ini salah satunya bisa diukur dari tidak adanya ketertiban dalam membuat anual report perusahaan atau laporan keuangan perusahaan.
Uchok menjelaskan, laporan keuangan perusahaan yang tersaji saat ini masih laporan tahun 2020, padahal saat ini sudah 2022.
“Misalnya anual report PLN. Itu yang tahun 2020. Yang 2021 dan 2022 tidak ada. Demikian juga Garuda Indonesia. Bagaimana kita mau melihat. Beda dengan jaman SBY kita gampang melihat laporan keuangan BUMN update tiap tahun,” jelas Uchok.
Uchok pun heran, kenapa perusahaan BUMN yang jelas-jelas bermasalah dan tidak sehat bisa menang dalam tender proyek. Kemudian dalam pengerjaannya memakai perusahaan lokal kecil-kecil yang ujung-ujungnya seperti dijebak hingga mengalami kerugian.
“Makanya heran. Kok yang menang BUMN padahal perusahaan BUMN itu bermasalah dan dililit hutang. Lalu yang ngerjakan proyek perusahaan kecil-kecil, tapi ujung-ujungnya mereka tidak dibayar haknya karena uang yang masuk disedot buat bayar hutang” ujar Uchok.
“Ini licik-licikan. Menginjak masyarakat. Buat bayar hutang perusahaan negara. Bukannya membantu masyarakat malah menginjak masyarakat,” lanjutnya.
Adapun Ketua Umum KNPI La Ode Umar Bonte mengaku awalnya punya harapan pada Erick Thohir sebagai sosok muda yang smart dan diyakini bisa bekerja profesional.
“Namun semua berbalik menjadi kecewa. Saya akhirnya dari bangga menjadi muak. Menjadi jengkel. Bagaimana kementerian yang mestinya diduduki orang profesional, ternyata masuk dalam lingkaran politik praktis yang kental,” tegasnya.
Selaku Ketua KNPI, La Ode Umar pun siap membantu pengusaha lokal daerah yang dirugikan oleh BUMN. Bahkan ia siap membuat posko dan ikut mengejar Erick Thohir agar berupaya membayarkan utang yang merugikan pengusaha kecil.
“Seperti kata bang Margarito tadi, caranya cuma satu cari Erick Thohir. Maka kita siap buat posko untuk mencari Erick Thohir. Bahkan saat kampanye di daerah pun kita bisa cari lewat KNPI di daerah,” ungkap La Ode.
(Red)