Detikinvestigasi.com.Bandar Lampung —
Pernyataan mengejutkan kembali datang dari Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Kanwil Ditjen PAS) Provinsi Lampung, Jalu Yuswa Panjang, A.Md.IP., S.H., M.Si., usai video viral memperlihatkan narapidana Lapas Kelas IIA Kotabumi diduga tengah menghisap sabu secara terang-terangan di dalam sel.
Dalam pertemuan resmi bersama awak media dan perwakilan lembaga sipil di ruang rapat Kanwil pada Rabu, 16 Juli 2025, Jalu menyampaikan bahwa pihaknya telah menurunkan tim investigasi sebanyak 40 orang, termasuk dirinya sendiri, untuk menelusuri dugaan tersebut.
“Seluruh warga binaan dan petugas telah kami tes urine, hasilnya negatif. Kami juga lakukan razia besar-besaran. Hasilnya, ditemukan 17 unit handphone yang dikubur di sejumlah titik strategis dalam dan sekitar lapas, termasuk di area masjid, gudang, dan kebun belakang,” ujar Jalu.
Namun, alih-alih menenangkan situasi, pernyataan Jalu justru memantik gelombang keraguan dan kecurigaan.
Lebih mengejutkan, Jalu menyebut bahwa salah satu napi yang terekam dalam video telah bebas murni sejak Senin, 14 Juli 2025. “Sebelum dipulangkan, saya sendiri berbicara langsung dengannya. Ia mengaku video itu hanya konten rekayasa, tidak ada sabu di dalamnya. Bong dibuat dari botol Aqua dan pipet yang dibeli dari koperasi lapas,” jelas Jalu.
Pernyataan itu sontak memancing reaksi keras dari kalangan masyarakat sipil dan aktivis antinarkoba.
> “Kalau benar hanya konten, berarti napi diberi keleluasaan produksi video bertema sabu dengan properti menyerupai alat hisap? Ini bukan klarifikasi, ini justru pembodohan publik,” kata seorang perwakilan dari Aliansi Masyarakat Anti Narkoba dan Korupsi (AMANSI).
Sorotan tajam juga mengarah pada narasi bahwa alat isap sabu bisa dibuat dari barang-barang koperasi.
> “Aqua dan pipet bisa jadi memang tersedia. Tapi kaca pyrex, korek api modifikasi, atau jarum suntik yang biasa jadi komponen alat hisap sabu — tidak dijual di koperasi. Maka pertanyaannya: alat itu masuk dari mana dan dengan siapa?” ujar aktivis dari Lumbung Informasi Rakyat (LIRA).
Banyak pihak menilai bahwa Kanwil Ditjen PAS justru gagal membongkar akar masalah dan malah menyuguhkan klarifikasi yang terkesan menyelamatkan muka institusi.
> “Kalau memang hanya konten rekayasa, buka penyidikan secara transparan dan tunjukkan buktinya. Tapi jika malah diliputi narasi penuh celah, masyarakat akan yakin ada yang tengah ditutup-tutupi,” kata seorang tokoh adat Lampung.
Redaksi media ini bersama jaringan lembaga sipil menyatakan akan mengawal kasus ini hingga tuntas. Dugaan kuat peredaran narkoba di dalam Lapas bukan hal yang bisa ditutup-tutupi dengan pernyataan normatif atau narasi yang mengaburkan fakta.
> “Jika napi bisa bebas membuat konten sabu-sabuan di dalam sel, dan handphone ditemukan dikubur di masjid, gudang, dan kebun Lapas, maka rusaknya sistem pemasyarakatan kita sudah mencapai titik nadir,” pungkas pernyataan kolektif dari lembaga masyarakat sipil.
Publik tidak akan tinggal diam. Mereka menuntut jawaban faktual, bukan akrobat narasi. Keadilan dan transparansi tidak bisa dinegosiasikan. (TIM)