Catatan Dr. Suriyanto Pd, SH.,MH,M.Kn.
Detikinvestigasi.com.Burkina Faso, negara di Afrika Barat yang dipimpin Seorang Mayor yang pemberani, Ibrahim Traoré. Traoré mencuri perhatian dunia setelah berhasil mengubah arah pengelolaan tambang emas di negaranya. Di bawah kepemimpinannya, pemasukan dari tambang emas melonjak drastis hingga mencapai $18 miliar atau sekitar Rp292 triliun—jauh dari sebelumnya yang hanya $1 miliar per tahun saat dikelola oleh perusahaan asing.
Traoré dengan tegas menyatakan bahwa hasil tambang emas bukan lagi untuk negara Barat, tapi sepenuhnya untuk rakyat Burkina Faso. Ia mengarahkan keuntungan besar tersebut untuk membangun infrastruktur, pendidikan, serta memperkuat sektor keamanan nasional.
Kebijakan ini menuai banyak pujian karena berani memutus dominasi asing dan mengutamakan kesejahteraan rakyat. Traoré juga menginspirasi banyak negara Afrika untuk memperjuangkan kedaulatan atas sumber daya alamnya sendiri.
Langkah visioner ini menunjukkan bahwa kepemimpinan muda bisa membawa perubahan besar, selama ada keberanian untuk menempatkan kepentingan rakyat di atas segalanya.
Burkina Faso pernah menasionalisasi sektor pertambangan (2014) untuk meningkatkan pendapatan negara. Mereka menaikkan royalti dan pajak bagi perusahaan asing, serta mewajibkan pengolahan lokal (local content). Perjuangan Pemerintah Burkina Faso sering berhadapan dengan perusahaan multinasional (misalnya, SEMAFO, IAMGOLD) yang ingin menguasai SDA tanpa bagi hasil adil. Mereka berusaha renegosiasi kontrak untuk lebih menguntungkan rakyat. Meski ada upaya nasionalisasi, korupsi dan kelemahan regulasi tetap jadi hambatan. Burkina Faso masih bergantung pada bantuan luar (IMF, Bank Dunia) untuk stabilitas ekonomi.
Mereka berinvestasi pada infrastruktur (pabrik pengolahan, listrik, pelatihan SDM) untuk meningkatkan nilai tambah SDA lokal.
Keberanian dan langkah Pemimpin Burkina Faso adalah inspirasi. Kepemimpinan yang ideal memang menekankan pemanfaatan sumber daya alam (SDA) untuk kesejahteraan rakyat secara maksimal. Namun, cara terbaik untuk mencapai tujuan tersebut adalah melalui pendekatan yang seimbang dan berkelanjutan, bukan hanya sekadar “dinikmati” dalam jangka pendek.
Indonesia harusnya bisa belajar dari Burkina Faso tentang renegosiasi kontrak dengan perusahaan asing, meningkatkan royalti, dan memastikan local content (pengolahan di dalam negeri).
Burkina Faso fokus mengolah SDA di dalam negeri (misalnya, smelter untuk emas). Indonesia juga punya target hilirisasi (misalnya, smelter nikel, pabrik CPO), tapi perlu dieksekusi lebih kuat.
-Burkina Faso masih berjuang melawan korupsi. Indonesia juga perlu memperkuat tata kelola (governance) agar SDA benar-benar dinikmati rakyat.
Burkina Faso butuh investasi, tapi dengan kontrol ketat. Indonesia perlu tarik investasi yang seimbang dengan kedaulatan SDA.
Burkina Faso lebih miskin, lebih bergantung bantuan luar. Indonesia punya ekonomi lebih besar, industri lebih beragam.
Indonesia punya UU Minerba, hilirisasi, dan BUMN (Antasena, Pertamina) yang bisa jadi alat kontrol.
Pengelolaan sumber daya alam (SDA) harus memberikan keadilan bagi masyarakat, pengusaha, investor dan tentunya rakyat Indonesia. Pengelolaan SDA menempatkan pemerintah sebagai “the guardian of public interest”.
Jadi, Indonesia bisa belajar dari Burkina Faso tentang meningkatkan kontrol SDA, hilirisasi, dan tata kelola, tapi dengan strategi yang disesuaikan konteks dan kekuatan lokal. Indonesia harus mencabut seluruh investasi asing yang merugikan rakyat.
Agar dapat mengelola amanah sumber daya alam ini maka diperlukan konsistensi dalam memutuskan sebuah kebijakan yang adil bagi semua, adil buat buat masyarakat karena diamanatkan dalam undang-undang, adil buat pengusaha, dan adil untuk investornya, jangan sampai salah satu pihak menyatakan dia yang menang sisanya gagal.
Mengelola Sumber Daya Alam (SDA) secara berkeadilan untuk kemakmuran rakyat berarti memanfaatkan SDA secara maksimal untuk kesejahteraan, namun dengan prinsip keadilan, keberlanjutan, dan partisipasi, memastikan manfaatnya merata bagi seluruh rakyat, terutama masyarakat lokal, melalui hilirisasi industri, regulasi ketat, pengawasan, serta keterlibatan komunitas dalam pengambilan keputusan, sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945.
Dengan cara ini, SDA bisa menjadi tulang punggung kemakmuran nasional yang merata dan lestari, bukan hanya sumber pendapatan, tetapi juga kesejahteraan sosial dan ekonomi yang adil bagi seluruh rakyat.
Mengelola Sumber Daya Alam secara berkeadilan untuk kesejahteraan rakyat berarti memastikan manfaat SDA merata bagi semua lapisan masyarakat, bukan hanya segelintir pihak, dengan prinsip keberlanjutan, kepastian hukum, pemerataan, dan keterlibatan masyarakat melalui regulasi yang jelas, pengawasan ketat, pengembangan SDM, teknologi ramah lingkungan, serta diversifikasi ekonomi agar tidak hanya bergantung pada SDA untuk kemakmuran jangka panjang.
(Praktisi Hukum, Ketua Umum DPP Persatuan Wartawan Republik Indonesia.)
Laporan : Jgd / Red.












