Polemik Ijazah Jokowi Perlu Uji Laboratorium Forensik Independen,”Catatan: Dr. Suriyanto Pd, SH.,MH.,M.Kn.

Detikinvestigasi.com.Jakarta.

Polemik mengenai keaslian ijazah Presiden ke-7 Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) kembali menjadi perhatian publik. Perdebatan dinilai belum berakhir meskipun ijazah tersebut telah diperlihatkan dalam gelar perkara khusus oleh Polda Metro Jaya.

Pernyataan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. Ova Emilia, yang menegaskan bahwa Presiden Joko Widodo adalah alumni asli Fakultas Kehutanan UGM angkatan 1980 dan lulus pada 5 November 1985, dengan dokumen otentik lengkap dari penerimaan hingga wisuda, serta memastikan ijazah yang diterbitkan UGM asli, sesuai ketentuan, dan valid.

UGM menyatakan proses pendidikan berjalan semestinya dan tidak ada keraguan, serta menyerahkan tanggung jawab pemanfaatan ijazah setelah lulus sepenuhnya kepada alumni bersangkutan Pernyataan Prof. Ova Emilia mengenai keaslian ijazah Presiden Joko Widodo ternyata tidak meredakan polemik, malah justru memperpanas perdebatan di tengah masyarakat. Alih-alih menghadirkan klarifikasi yang menenteramkan, langkah tersebut memicu reaksi pro dan kontra yang semakin meluas.

Isu keaslian ijazah alumni UGM atan nama Joko Widodo sebetulnya sudah terlalu lama dibiarkan berkembang di ruang publik tanpa penyelesaian yang jelas Polemik dugaan ijazah palsu presiden ke tujuh Joko Widodo yang ditengarai oleh Dr. Rismon dkk telah bertahun-tahun tak kunjung berakhir bak serial sinetron berseri. Baru-baru ini telah di adakan gelar perkara khusus dengan telah ditunjukan ijazah asli yang boleh hanya dilihat oleh kuasa hukum Dr. Rismon Cs dan tidak boleh diraba, gelar ini juga memperkuat omongan rektor UGM di publik dan pihak kepolisian yang menyatakan ijazah Jokowi tersebut asli.

Saya sebagai praktisi hukum dan media dalam hal ini tidak memihak kepada Dr. Rismon Cs demikian pula kepada mantan Presiden RI ketujuh ini, tetapi berpihak pada kebenaran sejati dalam penegakan hukum dan pemberi informasi terhadap khalayak.

Salah jika ijazah yang telah ditunjukan dalam gelar perkara khusus yang boleh dilihat tetapi tidak boleh diraba dan tidak juga serta merta publik percaya dengan omongan rektor UGM juga keterangan kepolisian saja. Untuk itu, perlu uji laboratorium forensik independen.

Perlu ditegaskan dalam pembuktian yang sah pada perkara satu benda yaitu ijazah bukan hanya dapat diperlihatkan dan/atau mendengar omongan dari rektor UGM atau keterangan polisi saja, tetapi perlu dilakukan uji materil terhadap benda ijazah tersebut dengan menggunakan ahli yang kredibel dan independen jika perlu di periksa di lab dalam dan luar negri agar mendapatkan bukti valid dari kebenaran ijazah tersebut.

Artinya ijazah tersebut harus dilakukan uji pada laboratorium forensik yang kredibel dan independen untuk mengetahui, kebenaran kertas, tinta dan tulisan pada ijazah tersebut benar dikeluarkan pada tahun saat pemilik ijazah itu selesai tamat kuliah dari UGM di Fakultas Kehutanan jurusan perkayuan.

Laboratorium forensik ini harus dilakukan agar mendukung kebenaran ucapan rektor UGM dan juga pihak kepolisian, jika memang benar ijazah tersebut asli baik dari kertas, tinta dan tulisan maka tindakan hukum dapat secara terang dan tegas kepada Dr. Rismon Cs untuk menanggung akibat hukumnya, tetapi jika sebaliknya hasil uji laboratorium forensik menyatakan ijazah tersebut palsu maka hukum juga harus ditegakkan untuk menghukum rektor UGM dan Pak Jokowi untuk penegakan hukum yang benar dan adil, juga publik tidak terus menerus diberi tontonan yang tak kunjung selesai.

Gugatan hukum terhadap keabsahan data seseorang, apalagi pejabat publik, adalah ekspresi aspirasi yang wajar. Upaya itu merupakan bagian dari transparansi dan akuntabilitas.

Polemik ini menjadi pembelajaran karena berhubungan dengan level kedewasaan dalam berpolitik, selain soal kebebasan berekspresi yang dilindungi serta kepercayaan terhadap penyelenggara pemerintahan. Namun, jika mengacu pada indikator kedewasaan politik itu, sebenarnya demokrasi Indonesia belum dewasa. Penuh aroma ketidak jujuran.Siapa yang menanam maka dia yang memanen itulah pepatah yang selalu mengalir dalam kehidupan kita bersama ini.

“Siapa yang menanam, dia yang menuai” adalah peribahasa yang berarti setiap perbuatan akan mendapatkan balasannya, baik kebaikan maupun keburukan, sejalan dengan hukum sebab-akibat atau sunnatullah. Jika menanam kebaikan, akan menuai kebaikan; jika menanam keburukan, akan menuai keburukan pula, baik di dunia maupun di akhirat. Peribahasa ini harusnya menjadi pedoman bagi pejabat publik, pemimpin, dan juga kita semua agar bangsa ini selamat dan damai.”(Praktisi Hukum, Akademisi, Ketua Umum DPP Persatuan Wartawan Republik Indonesia.)

Laporan : Jgd/Red.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *